PMK ITS Event Update

Sabtu, 31 Maret 2012

Willingness to Sacrifice..


M
ana yang benar, Yesus dikorbankan atau Yesus berkorban? Apakah Ia kor­ban sendiri atau dikorbankan? Siapa yang berkorban dan siapa yang men­gorbankan?

Kalau hal ini kita telusuri secara mendalam dan perhatikan, nyatalah bagi kita apa makna Paskah. Kalau pada waktu yang lalu kita diguncangkan den­gan film ”The Passion of the Christ” karya besar dari Mel Gibson, seakan-akan film ini membawa pengertian kita kepada Yesus yang dikorbankan sebagai akibat kon­filasi Politik. Tetapi yang pasti, dalam Alkitab bahwa Yesus berkorban sesuai rencana Allah untuk kesela­matan manusia kepada suatu zaman yang baru. Ada beberapa bukti dalam Alkitab, misalnya Ibrani 8 : 3 ”Sebab setiap Imam Besar ditetapkan untuk mem­persembahkan korban dan persembahan dan karena itu Yesus perlu mempunyai sesuatu untuk dipersem­bahkan”. Dan juga dalam Ibrani 9 : 28, ”....demikian pula Kristus hanya satu kali saja memgorbankan di­riNya....”. Disamping Allah yang mengorbankan, Yesus juga berkorban sebab Yesus sendiri sangat bergumul untuk melakukan itu (bdg : Ketika Yesus berdoa di Ta­man Getsemane).
Pernah ada sebuah Kesaksian seorang yang sudah lanjut usia pada suatu kebaktian : yang men­ceritakan seorang Ayah sedang berlayar bersama anak dan teman anaknya ke laut lepas Pantai Pasifik. Tiba-tiba datanglah badai yang ganas menghantam kapal mereka dan melemparkan mer­eka ke tengah lautan tanpa dapat kembali ke pantai. Amukan gelombang yang semakin besar membuat sang ayah yang walaupun seorang pelaut berpengalaman, tidak mampu lagi mempertahankan arah kapalnya. Kapal itu terhempas oleh gelombang besar dan kedua anak itu terlempar ke laut lepas yang sedang menggelora. Sang ayah lalu mengambil tali tambang untuk dilemparkan kepada 2 anak itu. Namun, saat itu ia menyadari bahwa ia harus mengambil keputusan sulit dalam hidupnya. Kepada siapa dilemparkannya ujung tali tambang itu? Ia mengetahui dengan pasti bahwa anaknya seorang yang percaya Tuhan, namun teman­nya sama sekali bukan seorang percaya. Ia hanya mempunyai sedikit waktu untuk menentukan keputusan ini. Rasa kepedihan yang mendalam mendadak me­luap di hatinya jauh melebihi keganasan gelombang badai air laut saat itu. ”Aku mengasihimu, Anakku!” teriak sang ayah, sambil melempar tali tambang kedalam badai. Namun, tali itu bukan diarahkannya kepada anaknya, me­lainkan kepada teman sang anak. Dengan se­gala daya akhirnya te­man anaknya itu berhasil ditarik dan diselamatkan ke dalam kapal. Namun, anaknya sendiri telah lenyap ditelan oleh gelombang badai dan tak pernah lagi ditemu­kan. Namun, sang ayah percaya bahwa anaknya te­lah bersama Kristus di surga. Sementara, sang teman tak akan mungkin bersama Yesus bila saat itu ia tak diselamatkan.
Orang tua itu mengakhiri ceritanya dan duduk kem­bali dalam keheningan. Beberapa anak muda yang sejak tadi mendengarkannya tiba-tiba mengajukan pertanyaan kepada orangtua itu. ”Cerita Anda sung­guh luarbiasa. Namun, apakah wajar seorang ayah mengorbankan anaknya dengan harapan suatu hari teman anaknya itu menjadi percaya Tuhan?”. ”Pertanyaan yang bagus!” sahut orangtua itu. Sebuah senyum lebar menghiasi wajah tuanya. Katanya kepa­da anak-anak muda itu,”Memang tidak wajar seorang ayah mengorbankan anaknya untuk mengharapkan sesuatu yang belum pasti! Namun, aku berdiri disini untuk memberi kesaksian bagaimana sang ayah itu mengorbankan sendiri anaknya demi aku. Tahukah Anda?? akulah teman anak itu.”
Sama seperti cerita sang Ayah tersebut, demikianlah juga gambaran Allah memberi­kan/mengorbankan Yesus bagi kehidupan kita manu­sia, seperti dalam Yohanes 3 : 16 itu, ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anaknya yang tunggal...............”. Da­risini juga dapat mengerti bahwa NATAL dan PASKAH dua peristiwa yang tak terpisahkan.
Seperti pada mulanya ketika bangsa Israel mau ke­luar dari Mesir, Paskah juga mereka lakukan sesuai Firman Allah untuk menyelamatkan dan Penebusan. Dalam Keluaran 12 : 27 ”maka haruslah kamu ber­kata : Itulah korban Paskah bagi Tuhan yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menu­lahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita,”lalu berlututlah bangsa itu dan sujud menyem­bah”. Sehingga Hari Raya Paskah adalah Perayaan Pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Anak-anak sulung orang Mesir dibunuh tetapi pintu-pintu rumah orang Israel ”dilewati” (Bahasa Ibrani PESAH berarti melewati). Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus dis­ebut ”anak domba Paskah” (1 Kor 5 : 7) artinya jadi dikorbankan atau ”anak domba yang disembelih” (Wahyu 5 : 6). Walaupun pada gereja mula-mula ada pergeseran makna baru yaitu Perayaan Ke­bangkitan Tuhan.
Dengan demikian gereja mula-mula menafsir­kan peristiwa Paskah sebagai Tindakan Allah yang turun tangan dalam sejarah keselamatan manusia. Dengan pengorbanan Yesus Kristus, Allah melantik dan meneguhkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itu berarti bahwa dengan kebankitan Yesus, Allah memberlakukan zaman baru yang telah datang dalam diri Yesus. Pen­gorbanan Yesus menjadi sebuah sejarah baru atau zaman baru telah dimulai sejak peristiwa itu. Adapun zaman baru itu adalah zaman dimana kita diberi pengharapan bahwa injil adalah berita kesukaan, sebab disana ada pertobatan dan pembaharuan, kebebasan, keadilan, kebenaran dan kesejahteraan (Mrk 1 : 15, Lukas 4 : 18 – 21).
Paskah menjadi Nilai maksimal dimana Allah sendiri berkorban untuk keselamatan manusia yang berdosa. Sehingga setiap kita merayakan Paskah harusnya RESAH terhadap tata hidup manusia lama yang tidak ada pertobatan, tidak ada pembaha­ruan, ketidak-bebasan, ketidak-adilan, ketidak-benaran dan ketidak-sejahteraan yang ada dalam masyarakat sekarang ini. Maukah kita Berkorban dengan Kebenaran Firman Tuhan untuk Kebaikan??